BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah khawarij adalah istilah umum yang
mencakup sejumlah aliran dalam islam yang pada awalnya mengakui kekuasaan Ali
bin Abi Thalib lalu menolaknya. Pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7,
berpusat di daerah yang kini terletak di bagian negara Irak Selatan dan
merupakan bentuk yang berbeda dari kaum sunni dan syiah.
Berdasarkan itu,
maka inti faham Murji’ah adalah, Iman ialah mengenal Allah dan Rasulnya,
barangsiapa yang tidak mengenal bahwa “tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad sebagai Rasul-Nya”, ia mukmin sekalipun melakukan dosa. Amal perbuatan bukan merupakan bagian dari iman, sebab iman adanya
dalam hati. Sekalipun melakukan dosa besar, tidaklah akan menghapus iman
seseorang, tetapi terserah Allah untuk menentukan hukumnya.
Berdasarkan uraian secara umum mengenai latar belakang eksistensi aliran
Khawarij dan Murji’ah di atas, maka kami tertarik untuk membahas mengenai apa
dan bagaimana sebenarnya perkembangan kedua golongan tersebut dengan lebih
terperinci pada Bab dan Sub Bab berikutnya.
B. RUMUSAN
MASALAH
- Pengertian Khawarij dan Murji’ah.
- Latar
belakang kemunculan aliran Khawarij dan Murji’ah.
- Doktrin-doktrin pokoknya.
- Sejarah
perkembangan aliran Khawarij dan Murji’ah.
- Sekte-sekte
yang muncul dalam aliran Khawarij dan Murji’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Khawarij dan Murji’ah
1. Khawarij
Secara etimologis kata Khawarij
berasal dari bahasa Arab kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul,
atau memberontak. Berdasarkan etimilogis pula, Khawarij juga berarti
setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat islam.
Dalan terminologi Ilmu Kalam, yang dimaksud
dengan Khawarij adalah suatu sekte
atau kelompok atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar
meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali yang
menerima arbitrase (tahkim) dalam perang siffin pada tahun 37
H/ 648 M dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan
perihal persengketaan khalifah. Menurut Ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani,
bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam
yang telah disepakati para jama’ah, baik ia keluar pada masa khulafaurrasyidin,
atau pada masa tabi’in secara baik-baik.
Pengikut Khawarij, pada umumnya
terdiri dari orang-orang Arab Badawi. Kehidupannya di padang pasir yang serba tandus, menyebabkan
mereka bersifat sederhana, baik dalam cara hidup maupun dalam cara berfikir.
Namun, sebenarnya mereka keras hati, berani, bersikap merdeka, tidak bergantung
kepada orang lain, dan cenderung radikal. Karena watak keras yang dimiliki oleh
mereka itulah, maka dalam berfikir dan memahami agama mereka pun berpandangan
sangat keras.
Pada masa-masa perkembangan awal Islam,
persoalan-persoalan politik memang tidak bisa dipisahkan dengan
persoalan-persoalan teologis. Sekalipun pada masa-masa Rasulullah masih hidup,
setiap persoalan tersebut bisa diselesaikan tanpa memunculkan perbedaan
pendapat yang berkepanjangan di kalangan para sahabat. Setelah Rasulullah
wafat, dan memulainya penyebaran Islam ke seluruh pelosok jazirah Arab dan luar
Arab. Persoalan-persoalan baru pun bermunculan di berbagai tempat dengan bentuk
yang berbeda-beda pula. Sehingga, munculnya perbedaan pandangan di kalangan umat
Islam tidak bisa dihindari.
2. Murji’ah
Murji’ah diambil dari kata irja atau
arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a
mengandung pula arti memberi pengharapan kepada pelaku dosa besar untuk
memperoleh pangampunan dan rahmat Allah SWT. Selain itu arja’a berarti
pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan
amal dari iman. Oleh karena itu Murji’ah artinya orang yang
menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan
Mu’awiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
B. Latar Belakang Kemunculan Aliran Khawarij
dan Murji’ah
1. Khawarij
Awal mulanya kaum Khawarij adalah
suatu gerakan kaum muslimin dalam bidang politik yang kemudian beralih pada
bidang teologi. Mereka adalah orang-orang yang mendukung Sayyidina Ali. Akan
tetapi akhirnya mereka membencinya karena dianggap lemah dalam menegakkan
kebenaran, menerima tahkim yang sangat mengecewakan, sebagaimana
mereka membenci Mu’awiyah karena melawan Sayyidina Ali sebagai khalifah yang
sah. Mereka menyatakan
konfrontasinya dengan fihak Mu’awiyah. Mereka juga menuntut agar Sayyidina Ali
mengakui kesalahannya karena mau menerima tahkim. Jika Sayyidina Ali
mau bertaubat, maka mereka bersedia untuk bergabung kembali kebarisan Ali untuk
melawan Mu’awiyah. Namun bila tidak, orang-orang khawarij akan menyatakan perang kepadanya dan kepada Mu’awiyah.
Kemudian awal mula
penyebab kemunculan kaum Khawarij adalah kekecewaan mereka terhadap
keputusan Ali yang menerima tahkim yang sangat mengecewakan dan berbau
kelicikan dari Mu’awiyah. Sehingga Sayyidina Ali mendapatkan kekalahan dalam
perang Siffin. Namun karena Ali menerima perjanjian damai yang
ditawarkan oleh pihak Mu’awiyah, maka Sayyidina Ali berbalik memperoleh
kekalahan yang seharusnya mereka dapatkan dan telah berada di depan mata.
Ali sebenarnya
telah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Mu’awiyah sehingga ia
bermaksud untuk menolak permintaan itu. Namun karena desakan sebagian
pengikutnya, terutama ahli qurra seperti Al-Asy’at bin Qois, Mas’ud
bin Fudaki At-Tamami, dan Zaid bin Husein Ath-Tha’i, dengan sangat terpaksa Ali
memerintahkan komandan pasukan perang untuk menghentikan peperangan.
Setelah menerima
ajakan damai tersebut, Mu’wiyah mengirimkan Amr bin Al-Asy sebagai utusannya
untuk melakukan perundingan perdamaian. Demikian juga Ali yang mengirimkan
Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damainya, namun orang-orang Khawarij
menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah
bin Abbas berasal dari golongan Ali sendiri. Sehingga pada akhirnya Ali mengirimkan
Abu Musa Al-Asy’ari sebagi delegasi juru damainya, dengan harapan dapat
memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah.
Keputusan dari tahkim yang
dilakukan oleh pihak Ali dan Mu’awiyah mengakibatkan diturunkannya Ali dari
jabatan Khalifah, dan Mu’awiyah diangkat sebagai khalifah sebagai pengganti
Ali. Hasil tahkim yang di umumkan ini tidak lepas dari adanya kecurangan dan
tipu muslihat dari pihak Mu’awiyah yang menyelewengkan hasil kesepakatan tahkim
yang dilakukan secara tertutup dari kaum muslimin. Dengan menerimanya Ali
dengan hasil tahkim yang penuh dengan kecurangan dan mengecewakan ini,
kontan membuat orang-orang Khawarij kecewa dan menyatakan diri untuk
keluar dari barisan Ali karena menganggap Ali tidak menggunakan hukum Allah
dalam mengambil keputusan. Sehingga menyebabkan sebutan kafir bagi Ali dan
Mu’awiyah, serta mereka kontan memberikan pernyataan perang melawan keduanya.
Setelah orang-orang Khawarij
menyatakan keluar dari golongan Ali, kemudian dengan jumlah pengikut sekitar
12.000 orang mereka pergi menuju Hurura. Oleh sebab itu mereka disebut juga
dengan nama Hururiyah. Dalam perjalanan ke Hurura mereka dipandu oleh
Abdullah Al-Kiwa. Dan di hurura inilah mereka melanjutkan perlawanan mereka
terhadap Ali dan Mu’awiyah dengan mengangkat seorang pemimpin yang bernama
Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi.
2. Murji’ah
Aliran Murji’ah
muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya “kafir
mengkafirkan” terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal ini
dilakukan oleh aliran Khawarij.
Aliran ini menangguhkan penilaian terhadap
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu dihadapan Tuhan, karena
hanya Tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa
besar, masih dianggap mukmin dihadapan mereka.
Rohison Anwar dan
Abdul Razak, dalam bukunya mengatakan bahwa ada beberapa teori yang berkembang
mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa
gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat
dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi
pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Kelompok
ini diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij.
Dilain fihak,
gagasan irja’ diperkirakan muncul pertama kali sebagai gerakan politik
yang dibawa oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiah
sekitar pada tahun 695M. Dalam teori ini dikisahkan bahwa 20 tahun setelah
kematian Muawiyah dunia islam dikoyak oleh pertikaian sipil karna telah terjadi
perpecahan umat. Menanggapi hal ini Al-Hasan kemudian memberikan sikap politik
sebagai upaya penanggulangan perpecahan uma islam tersebut, sehingga kemudian
ia mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah revolusioner yang dibawa
oleh Al-Mukhtar, yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta
menjauhkan diri dari kaum Khawarij yang menolak kekhalifahan Mu’awiyah
dengan alasan bahwa ia adalah keturunan dari pendosa.
Teori lain
mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukan
lah tahkim atas usulan Amr bin Asy, seorang kaki tangan Mu’awiyah.
Pada saat itu kelompok ali terpecah menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok
yang mendukung dan menentang Ali. Kelompok yang menentang Ali pada akhirnya
keluar dan membentuk sebuah kelompok bernama Murji’ah. Golongan yang
keluar dari barisan Ali ini menganggap bahwa keputusan tahkim tidak
berdasarkan hukum Allah, melainkan bertentangan dengan Al-Qur’an. Oleh karena
itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar, dan
pelakunya dapat dihukumi kafir.
Pendapat ini
ditentang oleh sekelompok sahabat yang kemudian disebut dengan Murji’ah,
yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara
dosanya diserahkan kepada Allah, apakah Allah akan mengampuninya atau tidak.
C. Doktrin-doktrin Pokok Khawarij dan
Murji’ah
1.
Khawarij
Pada masa sebelum
terjadinya perpecahan di kalangan Khawarij,
mereka memiliki tiga pokok pendirian yang sama, yakni : Ali, Usman, dan
orang-orang yang ikut dalam peperangan serta orang-orang yang menyetujui
terhadap perundingan Ali dan Muawiyah, dihukumkan orang-orang kafir.
Setiap umat
Muhammad yang terus menerus melakukan dosa besar hingga matinya belum melakukan
tobat, maka dihukumkan kafir serta kekal dalam neraka.
Membolehkan tidak
mematuhi aturan-aturan kepala negara, bila kepala negara tersebut khianat dan
zalim.
Ada faham yang
sangat fundamental dari kaum Khawarij
yang timbul dari watak idealismenya, yaitu penolakan mereka atas pandangan bahwa
amal soleh merupakan bagian essensial dari iman. Oleh karena itu, para pelaku
dosa besar tidak bisa lagi disebut muslim, tetapi kafir. Demikian pula halnya,
dengan latar belakang watak dan karakter kerasnya, mereka selalu melancarkan
jihad (perang suci) kepada pemerintah yang berkuasa dan masyarakat pada
umumnya.
Sebenarnya,
menurut pandangan Khawarij, bahwa
keimanan itu tidak diperlukan jika masyarakat dapat menyelesaikan masalahnya
sendiri. Namun demikian, karena pada umumnya manusia tidak bisa memecahkan
masalahnya, kaum Khawarij mewajibkan
semua manusia untuk berpegang kepada keimanan, apakah dalam berfikir, maupun
dalam segala perbuatannya. Apabila segala tindakannya itu tidak didasarkan
kepada keimanan, maka konsekwensinya dihukumkan kafir.
Selain pemikiran-pemikiran politis yang berimplikasi teologis, kaum Khawarij
juga memiliki pandangan atau pemikiran (doktrin-doktrin) dalam bidang sosial
yang berorientasi pada teologi, sebagaimana tercermin dalam pemikiran-pemikiran
sebagai berikut :
a.
Khalifah atau imam harus
dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam
b.
Khalifah tidak harus berasal dari keturunan arab.
Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khaifah apabila sudah
memenuhi syarat.
c.
Khalifah dipilih secara permanen selama yang
bersangkutan bersikap adil dan menalankan syariat islam. Ia harus di jatuhkan
bahkan di bunuh kalau melakukan kezaliman
d.
Khalifah sebelum ali {abu bakar, umar dan usman}
adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa khalifahan nya usman ra di
anggap telah menyeleweng.
e.
Khalifah ali adalah sah tetapi setelah terjadi
arbitrase {tahkim}, ia di anggap telah menyeleweng.
f.
Muawiyah dan amr bin al ash serta abu musa al
asy’ari juga di anggap menyeleweng dan telah menjadi kapir.
g.
Pasukan perang jamal yang melawan
ari juga kapir.
h.
Seseorang yang berdosa besar
tidak lagi di sebut muslim atau termasuk kafir sehingga harus di bunuh. Yang
sangat anarkis {kacau} lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat
menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah di anggap
kafir dengan resiko yang mengandung beban harus di lenyapkan pula.
i.
Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan
golongan mereka. Bila tidak mau bergabung ia wajib di perangi karena hidup
dalam dar al harb {negara musuh}, sedang golongan mereka sendiri dianggap
berada dalam dar al islam {negara islam}.
j.
Seseorang harus menghindar dari pinpinan yang
menyeleweng .
k.
Adanya wa’ad
dan wa’id {orang yang baik harus
masuk surga sedangkan orang yang jahat harus masuk kedalam neraka.
l.
Amar ma’rup nahi munkar .
m.
Memalingkan ayat –ayat alquran yang tampak
mutasabihat (samar).
n.
Qur’an adalah makhluk.
o.
Manusia bebas memutuskan perbuatannya
bukan dari tuhan.
Bila dianalaisis lebih mendalam, ternyata doktrin yang dikembangkan kaum khawarij dapat di kategorikan dalam tiga
kategori: politik, teologi dan sosial. Dari poin a sampai dengan poin g di kategorikan sebagai
doktrin politik, sebab membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah
kenegaraan khususnya tentang kepala negara (khilafah), dibuat pula lah doktrin
teologi tentang dosa besar sebagai mana
terterap pada poin h dan k. akibat doktrin nya yang menentang pemerintah, khawarij harus menanggung akibatnya.
Mereka selalu di kejar-kejar dan di tumpas oleh pemerintah. Doktrin teologi
khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin
sentralnya, yakni doktrin politik. Doktrin-doktrin selanjutnya yakni dari poin
i sampai o, dapat di katagorikan sebagai doktrin teologi sosial. Doktrin ini
memperlihatkan kesolehan asli kelompok khawarij sehingga sebagian pengamat
menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin mu’tajilah, meskipun
kebenaran adanya doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut di kaji lebih dalam.
2.Murji’ah
Doktrin-doktrin
aliran Murji’ah bisa diketahui dari
makna yang terkandung dalam “murji’ah”
dan dalam sikap netralnya. Pandangan “netral” tersebut, nampak pada penamaan
aliran ini yang berasal dari kata “arja’a”, yang berarti “orang yang
menangguhkan”, mengakhirkan dan “memberi pengharapan”. Menangguhkan berarti
“menunda soal siksaan seseorang ditangan Tuhan, yakni jika Tuhan mau memaafkan,
dia akan langsung masuk surga. Jika sebaliknya, maka akan disiksa sesuai dengan
dosanya.
Istilah “memberi
harapan” mengandung arti bahwa, orang yang melakukan maksiat padahal ia seorang
mukmin, imannya masih tetap sempurna. Sebab, perbuatan maksiat tidak
mendatangkan pengaruh buruk terhadap keimanannya, sebagaimana halnya perbuatan
taat atau baik yang dilakukan oleh orang kafir, tidak akan mendatangkan faedah
terhadap kekufurannya. Mereka “berharap” bahwa seorang mukmin yang melakukan
maksiat, ia masih dikatakan mukmin.
Berdasarkan itu,
maka inti faham atau doktrin-doktrin Murji’ah adalah sebagai berikut :
1. Iman ialah mengenal
Allah dan Rasulnya, barangsiapa yang tidak mengenal bahwa “tidak ada Tuhan
selain Allah dan Muhammad sebagai Rasul-Nya”, ia mukmin sekalipun melakukan
dosa.
2.
Amal
perbuatan bukan merupakan bagian dari iman, sebab iman adanya dalam hati.
Sekalipun melakukan dosa besar, tidaklah akan menghapus iman seseorang, tetapi
terserah Allah untuk menentukan hukumnya.
Rohison dan Abdul Rozak dalam bukunya
mengatakan bahwa gagasan irja banyak diaplikasikan kedalam bidang
politik dan teoligi. Dalam bidang politik kaum Murji’ah banyak dikenal
sebagai The Queietists (kelompok bungkam) karena sikap netral mereka
pada permasalahan politik dan sikap mereka yang selalu diam dalam persoalan
politik.
Dalam bidang teologi, pemikiran mereka
cenderung mengacu kepada permasalahan iman, kufur, dosa besar, dosa ringan, tauhid,
tafsir Al-Qur’an, eskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman nabi, ada
yang kafir di generasi awal islam, tobat, hakekat Al-Qur’an, nama dan sifat
Allah, serta ketentuan tuhan.
Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah,
W. Montgomery Watt merincinya sebagai berikut :
1. Penangguhan keputusan
terhadap Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskan di akherat kelak.
2. Penangguhan Ali untuk
menduduki rangking ke empat dalam peringkat Al-Khalifa Ar-Rasyidin.
3. Pemberian harapan
terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat
dari Allah.
4. Doktrin-doktrin Murji’ah
menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptis dan empiris dari kalangan
Helenis.
Sementara itu
Harun Nasution menyebutkan, bahwa Murji’ah memiliki empat ajaran
pokok, yaitu :
1. Menunda hukuman atas
Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari yang terlibat tahkim
dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
2. Menyerahkan keputusan
kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
3. Meletakkan
(pentingnya) iman dari amal.
4. Memberikan
pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan
rahmat dari Allah.
D. Sejarah Perkembangan Aliran Khawarij dan Murji’ah
Sebagaimana telah dikemukakan, Khawarij telah menjadikan
imamah-khilafah (politik) sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya
doktrin-doktrin teologis lainnya. Radikalitas yang melekat pada watak dan
perbuatan kelompok khawarij menyababkan
mereka sangat rentan pada perpecahan, baik secara internal kaum khawarij sendiri, maupun secara eksternal
dengan sesama kelompok islam lainnya. Para pengamat berbeda pendapat tentang
jumlah sekte yang terbentukakibat perpecahan yang terjadi dalam tubuh khawarij. Al Bagdadi mengatakan bahwa
sekte ini telah terpecah menjadi 18 subsekte. Adapun, Al Asfarayani seperti
dikutif Bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte.
Terlepas
dari berapa banyak subsekte pecahan khawarij,
tokoh-tokoh yang disebutkan di atas sepakat bahwa subsekte khawarij yang besar terdiri dari 8 macam, yaitu :
a. Al Muhakkimah e.
Al Ajaridah
b. Al Azriqoh f.
As Saalabiyah
c. An Nadjat g.
Al Abadiyah
d. Al Baihasiyah h.
As Sufriah
Semua subsekte itu
membicarakan persoalan hukum bagi orang yang berbuat dosa besar, apakah ia
masih dianggap mukmin atau telah menjadi kafir. Tampaknya, doktrin teologi ini
tetap menjadi primadona dalam pemikiran mereka, sedangkan doktrin-doktrin lain
hanya pelengkap saja. Pemikiran subsekte ini lebih bersifat praktis dari pada
teoritis, sehingga kriteria mukmin atau kafirnya seseorang menjadi lebih jelas.
Hal ini menyebabkan dalam kondisi tertentu seseorang dapat disebut mukmin dan
pada waktu yang bersamaan di sebut kafir.
Tindakan kelompok Khawarij ini merisaukan hati umat islam
saat itu, sebab dengan cap kafir yang diberikan salah satu subsekte tertentu Khawarij, jiwa seseorang harus melayang
meskipun oleh subsekte lain ia masih dikategorikan mukmin. Bahkan, dikatakan
bahwa jiwa seorang Yahudi atau Majusi masih lebih berharga dibandingkan dengan
jiwa seorang mukmin. Ada sekte khawarij
yang agak lunak, yaitu sekte Nadjiyat dan Ibadiyah. Keduanya membedakan antara kafir nikmat dan kafir agama.
Kafir nikmat hanya melakukan dosa dan tidak berterima kasih kepada Allah. Orang
semacam ini tidak perlu dikucilkan dari masyarakat.
Semua aliran yang bersifat
radikal, pada perkembangan lebih lanjut di kategorikan sebagai aliran khawarij, selama di dalamnya terdapat
indikasi doktrin yang identik dengan aliran ini.
Berkenaan dengan persoalan ini
Harun Nasution mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat di
kategorikan sebagai aliran khawarij, yaitu
sebagai berikut :
- Mudah mengafirkan orang yang tidak
segolongan dengan mereka walaupun orang itu adalah penganut agama islam.
- Islam yang benar adalah islam yang
mereka pahami dan amalkan, sedangkan islam sebagaimana yang difahami dan
diamalkan golongan lain tidak benar.
- Orang-orang islam yang tersesat dan
menjadi kafir perlu dibawa kembali ke islam yang sebenarnya, yaitu islam
seperti yang mereka fahami dan amalkan.
- Karena pemerintahan dan ulama yang
tidak sefaham dengan mereka adalah sesaat, maka mereka memilih iman dari
golongan mereka sendiri, yakni imam dalam arti pemuka agama dan pemuka
pemerintahan.
- Mereka bersifat fanatik dalam faham
dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan membunuh untuk mencapai
tujuan mereka.
E. Sekte-sekte yang Muncul dalam Aliran Khawarij
dan Murji’ah
1.
Khawarij
Munculnya banyak
cabang dan sekte Khawarij ini
diakibatkan banyaknya perbedaan dalam bidang akidah yang mereka anut dan
banyaknya nama yang mereka pergunakan sejalan dengan perbedaan akidah mereka
yang beraneka ragam itu. Asy-syak’ah menyebutkan adanya delapan firqah besar,
dan firqah-firqah ini terbagi lagi menjadi firqah-firqah kecil yang jumlahnya
sangat banyak. Perpecahan ini menyebabkan gerakan kaum Khawarij lemah, sehingga mereka tidak mampu menghadapi kekuatan
militer Bani Umayyah yang berlangsung bertahun-tahun. Menurut Syahrastani ada 8
sekte terbesar dalam Khawarij, Sekte-sekte Khawarij tersebut antara lain, Al-Muhakkimah,
Al-Azariqoh, Al-Nadjat, Al-Baihasiyyah, Al-Sa’alibah, Al-Ibadiah, Al-Sufriyah.
Menurut Prof. Taib
Thahir Abdul Mu’in, bahwa sebenarnya ada dua golongan utama yang terdapat dalam
aliran Khawarij, yakni :
a. Sekte Al-Azariqoh
Nama ini diambil
dari Nafi Ibnu Al-Azraq, pemimpin utamanya, yang memiliki pengikut sebanyak dua
puluh ribu orang. Di kalangan para pengikutnya, Nafi digelari “amir
al-mukminin”. Golongan al-azariqoh dipandang sebagai sekte yang besar dan kuat
di lingkungan kaum Khawarij.
Dalam pandangan
teologisnya, Al-Azariqoh tidak menggunakan term kafir, tetapi menggunakan term
musyrik atau politeis. Yang dipandang musyrik adalah
semua orang yang tidak sepaham dengan ajaran mereka. Bahkan, orang Islam yang
tidak ikut hijrah kedalam lingkungannya, dihukumkan musyrik.
Karena kemusyrikannya itu, kaum ini
membolehkan membunuh anak-anak dan istri yang bukan golongan Al-Azariqoh.
Golongan ini pun membagi daerah kekuasaan, yakni “dar al-Islam” dan “dar
al-kufur”. Dar al-Islam adalah daerah yang dikuasai oleh mereka, dan dipandang
sebagai penganut Islam sebenarnya. Sedangkan Dar al-Kufur merupakan suatu
wilayah atau negara yang telah keluar dari Islam, karena tidak sefaham dengan
mereka dan wajib diperangi.
b.
Sekte Al-Ibadiah
Golongan ini merupakan golongan yang paling
moderat dari seluruh sekte Khawarij.
Nama golongan ini diambnil dari Abdullah Ibnu Ibad, yang pada tahun 686 M.
memisahkan diri dari golongan Al-Azariqoh.
Adapun faham-fahamnya yang
dianggap moderat itu, antara lain :
1.
Orang
Islam yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukan pula musyrik,
tetapi kafir. Orang Islam demikian, boleh mengadakan hubungan perkawinan dan
hukum waris. Syahadat mereka diterima, dan membunuh mereka yang tidak sefaham
dihukumkan haram.
2. Muslim yang melakukan dosa besar masih
dihukumkan ‘muwahid’, meng-esa-kan Tuhan, tetapi bukan mukmin. Dan yang dikatakan kafir, bukanlah kafir
agama, tetapi kafir akan nikmat. Oleh karenanya, orang Islam yang melakukan
dosa besar tidak berartyi sudah keluar dari Islam.
3. Harta kekayaan hasil
rampasan perang yang boleh diambil hanyalah kuda dan senjata. Sedangkan harta
kekayaan lainnya, seperti emas dan perak, harus dikembalikan kepada pemiliknya.
4.
Daerah
orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka, masih merupakan “dar at-tauhid”,
dan tidak boleh diperangi.
2. Murji’ah
Kaum Murji’ah
pecah menjadi beberapa golongan kecil. Namun, pada umumnya Aliran Murji’ah menurut Harun Nasutuion,
terbagi kepada dua golongan besar, yakni “golongan moderat” dan “golongan
ekstrim”.
Golongan Murji’ah
moderat berpendapat bahwa orang yang
berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan di hukum
sesuai dengan besar kecilnya dosa yang dilakukan. Sedangkan Murji’ah ekstrim, yaitu pengikut Jaham
Ibnu Sofwan, berpendapat bahwa orang Islam yang percaya kepada Tuhan kemudian
menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir, karena iman dan
kufur tempatnya dalam hati. Bahkan, orang yang menyembah berhala, menjalankan
agama Yahudi dan Kristen sehingga ia mati, tidaklah menjadi kafir. Orang yang
demikian, menurut pandangan Allah, tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna
imannya.
Kelompok ekstrim dalam Murji’ah
terbagi menjadi empat kelompok besar, yaitu :
1.
Al-Jahmiyah, kelompok Jahm bin
Syahwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada
tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena
iman dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh
manusia.
2. Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah
mengetahui tuhan, sedangkan kufur tidak tahu tuhan. Sholat bukan merupakan
ibadah kepada Allah, yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti
mengetahui tuhan. Begitu pula
zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan
kepatuhan.
3.
Yumusiah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat
tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan jahat
yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini
Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit
tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik.
4.
Hasaniyah, jika seseorang
mengatakan “saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu
apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”, maka orang tersebut
tetap mukmin, bukan kafir.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian
yang telah penulis sajikan dalam bab pembahasan di atas, maka penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut :
- Khawarij pada mulanya adalah suatu golongan
yang pada awalnya muncul sebagai pendukung Ali, namun pada akhirnya keluar
dari barisan Ali karena ketidak puasan mereka terhadap Ali yang menerima tahkim
dari Mu’awiyah, sehingga Khawarij memberikan perlawanan dan
menyatakan perang terhadap Ali dan Mu’awiyah, sehingga dengan keluarnya
mereka dari golongan Ali maka mereka di juluki Khawarij (orang-orang
yang keluar).
- Khawarij
adalah satu
golongan yang menghukumkan kafir bagi seorang muslim atau mukmin yang
berbuat dosa besar, hal ini disebabkan karena mereka memiliki
pemikiran dan pengetahuan yang praktis dalam dalam bidang politik,
teologi, dan sosial yang dikarenakan mereka adalah keturunan bangsa Arab
Badawi.
- Khawarij
memiliki tiga poin
pemikiran, yaitu pemikiran dalam bidang politik sebagai pemikiran sentral,
teologis, dan sosial.
- Khawarij
terbagi menjadi
beberapa kelompok, namun mereka memiliki dua kelompok besar, yaitu Al-Azariqoh
dan Al-Ibadiah.
- Murji’ah
adalah kelompok
yang menentang doktrin-doktrin pengkafiran yang dituangkan oleh kaum Khawarij,
sekaligus secara langsung menjadi musuh besar Khawarij.
- Murji’ah
cenderung
menangguhkan keputusan akan hukuman atas dosa-dosa besar di masa yang akan
datang dan cenderung menyerahkannya kepada Allah apakah dosa tersebut akan
diampuni atau tidak.
- Murji’ah memandang terbalik dengan Khawarij
bahwa orang muslim yang berbuat dosa besar tidak lah kafir namun masih
memiliki kesempatan atau harapan untuk mendapatkan pengampunan dari Allah
SWT.
- Perbedaan
mendasar antara kedua golongan Khawarij dan Murji’ah ialah
tentang penghukuman kafir atau tidaknya mengenai apa yang telah dilakukan
Ali dan Mu’awiyah serta orang orang-orang yang terlibat dalam tahkim dan
perang Jamal.
A.
SARAN
Puji syukur Alhamdulillah, penulis
panjatkan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Guna memenuhi salah satu tugas pada mata
kuliah Ilmu Kalam.
Harapan penulis
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi penulis dan juga pembaca.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan karya tulis ini. Semoga dengan adanya makalah ini
dapat meningkatkan kreativitas penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Dalam penyusunan
makalah ini tentu terdapat kesalahan, kekurangan serta kejanggalan, maka
penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, guna
menyempurnakan kekurangan dalam makalah ini di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Mustopa. 2010. Mazhab-mazhab ilmu kalam. Cirebon :
Nurjati IAIN
Rojak, Abdul. 2000. Ilmu Kalam. Jakarta. Pustaka Setia