Selasa, 21 Januari 2014

makalah KUFUR



BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Menggunakan hukum yang bukan dari Allah adalah kufur akbar, yang bisa menyebabkan seseorang ke luar dari islam, dan bisa juga termasuk kufur duna kufur yakni kufur yang tidak menyebabkan keluar dari islam (Al’Aqli, 1992: 20).
Contoh kufur akbar, yaitu tidak mempercayai adanya Allah, hari Kiamat, Qodo dan Qodarnya Allah. Sedangkan, contoh kufur duna kufur, yaitu berzina, mabuk-mabukan, dan mencuri.
Pelaku dosa besar tidak keluar dari keimananya. Di dunia dia tetap beriman tetapi kurang imannya, sedangkan di akhirat dia berada di bawah masyi’ah Allah (Al’Aqli, 1992: 26). Artinya bila Allah menghendaki akan diampuni dan bila menghendaki sebaliknya, maka dia akan disiksa sesuai dengan keadilanNya.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian kufur?
2.      Apa saja macam-macam kufur?
3.      Apa perbedaan kufur besar dan kufur kecil?

1.3  Tujuan Masalah
1.      Agar dapat mengetahui pengertian kufur.
2.      Agar dapat mengetahui macam-macam kufur.
3.      Agar mengetahui perbedaan antara kufur besar dan kufur kecil.










BAB II
PEMBAHASAN


2.1  Pengertian Kufur
Kata kufur dalam bahasa Arab berarti menyembunyikan dan menutup. Orang arab menyebut malam itu kafir, karena malam menyembunyikan sesuatu. Mereka juga menyebut petani dengan kata kafir, karena petani itu menutup atau (menanam) benih dalam tanah (Khalid, 1996: 76)
Kemudian tidak dianggap kufur orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat, kemudian dia melakukan hal-hal yang membatalkan iman karena bodoh. Tetapi jika dia mengetahui bahwa hal-hal yang dilakukannya itu mengeluarkan dia dari landasan iman, namun dia masih ingkar, berarti dia telah kufur. Dalam hal ini kita memohon perlindungan Allah dari hal-hal yang demikian.
Kufur secara bahasa berarti menutupi. Sedangkan menurut syara’, kufur adalah tidak beriman kepada Allah dan RosulNya, baik dengan mendustakannya atau tidak (Al-Fauzan, 2010: 15)
Kufur menurut syariat adalah menolak kebenaran setelah mengetahuinya (Khalid, 1996: 79). Ini berarti bahwa orang yang menolak kebenaran dan berbuat kufur karena kebodohannya, serta menganggap bahwa dia telah melakukan sesuatu yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan tidak membatalkan iman, maka orang yang demikian tidak dianggap kufur, kecuali bila telah sampai kepadanya keterangan yang hak, tetapi ia masih tetap menolaknya.

2.2  Macam-macam Kufur
Kufur dalan bahasa agama ada 2 macam. Pertama, kufur akbar yaitu kufur yang menyababkan seseorang keluar dari agama. Kedua, kufur ashghar yaitu kufur yang tidak menyebabkan seseorang keluar dari agama (Al’Aql, 1992: 26).
Kufur akbar terjadi bila patuh dan tunduk kepada hukum selain hukum Allah, atau mengijinkan menggunakan selain hukum Allah. Sedangkan kufur duna kufur, bila tidak menggunakan hukum Allah dalam suatu kejadian tertentu karena menuruti hawa nafsu, tetapi secara umum ia masih tetap patuh kepada hukum Allah SWT (Al’Aql, 1992: 20-21).
Macam-macam kufur besar di antaranya:
Ø  Kufur dengan cara mendustakan, yaitu dengan mendustakan (tidak mempercayai) Al-Qura’an atau Al Hadits, dan dengan memdustakan sebagian yang ada pada keduanya.
Ø  Kufur karena enggan dan takabur, padahal sebenarnya ia percaya, yaitu tidak adanya ketundukan pada kebenaran meskipun ia mangakui adanya kebenaran tersebut.
Ø  Kufur dengan cara ragu-ragu terhadap adanya hari Kiamat, masalah-masalah ghaib atau mengingkari dan tidak mempercayainya.
Ø  Kufur dengan cara berpaling, yaitu barpaling dari ajaran islam serta tidak mempercayainya.
Ø  Kufur dengan cara nifaq, yaitu menampakkan kepercayaan terhadap Islam dengan lisan, tetapi tidak mengakuinya dalam hati serta menyelisihinya dalam amal perbuatan.
Ø  Kufur dengan cara menentang, yaitu orang yang mengingkari sesuatu dari agama yang diketahui secara umum (Hielmy, 2006: 75-79). Seperti rukun islam atau rukun iman. Sebagaimana orang yang meninggalkan shalat karena mempercayai bahwa shalat itu wajib. Maka orang tersebut adalah kafir dan murtad dari agama Islam
Kufur kecil yaitu kufur yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama islam (Al-Fauzan, 2010: 17). Contohnya, berzina, mabuk-mabukan, mencuri, dan sebagainya.
Macam-macam kufur kecil adalah:
·         Kufur nikmat.
·         Kufur amal, yaitu setiap perbuatan maksiat yang oleh syara’ dikatagorikan perbuatan kufur, tetapi orang yang bersangkutan masih tetap berpredikat sebagai seorang mukmin (Hielmy, 2006: 75-81)
Semua pelaku dosa besar (murtabb al-kabirah), menurut semua subsekte Khawarij kecuali najdah, adalah kafir dan akan disiksa di neraka selamanya (Rojak, 2000: 134). Jadi pelaku dosa besar itu tidak akan pernah merasakan kenikmatan surga.
Lain halnya dengan pandangan subsekte Azaqirah. Mereka menganggap kafir  tidak saja kepada orang-orang yang telah melakukan perbuatan hina, seperti membunuh, berzina, dan sebagainya, tetapi juga terhadap semua orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka. Subsekte An-Najdat berpendapat bahwa orang berdosa besar menjadi kafir dan kekal di dalam neraka hanyalah orang Islam yang tidak sepaham dengan golonganya (Rojak, hal: 134-135).
Manurut Harun nasution Subsekte Khawarij dapat dikatagorikan menjadi dua katagori, yaitu Murji’ah ekstrim ialah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu. Murji’ah moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir  (Rojak, 2000: 135-136)
Orang kafir tidak selamanya disiksa di neraka, melainkan ia akan di siksa di neraka berdasarkan ukuran dosa yang dilakukannya.



2.3  Perbedaan antara kufur besar dan Kufur Kecil
a.       Kufur besar mengeluarkan pelakunya dari agama islam dan menghapuskan (pahala) amalnya, sedangkan kufur kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama islam, juga tidak menghapuskan (pahala) amalnya, tetapi bisa mengurangi (pahala)nya sesuai dengan kadar kekufuran kecilnya tersebut, dan pelakunya tetap mendapat ancaman dosa.
b.      Kufur besar menjadikan pelakunya kekal di dalam neraka, sedangkan kufur kecil, jika pelakunya masuk neraka, maka ia tidak kekal didalamnya, dan bisa saja Allah memberikan ampunan kepada pelakunya, sehingga ia tidak masuk neraka sama sekali.
c.       Kufur besar menjadikan darah dan harta pelakunya halal, sedangkan kufur kecil tidak demikian.
d.      Kufur besar mengharuskan adanya permusuhan yang sesungguhnya, antara pelakunya dengan orang-orang mukmin. Adapun kufur kecil, maka ia tidak melarang secara mutlak adanya kesetiaan, tetapi pelakunya dicintai dan diberi kesetiaan sesuai dengan kadar keimanannya, dan dibenci serta dimusuhi sesuai dengan kadar kemaksiatannya (Al-Fauzan, 2010: 20).




















BAB III
PENUTUP


3.1  Kesimpulan
Kata kufur dalam bahasa Arab berarti menyembunyikan dan menutup. Kufur secara bahasa       berarti menutupi. Sedangkan menurut syara’, kufur adalah tidak beriman kepada Allah dan RosulNya, baik dengan mendustakannya atau tidak. Kufur terbagi menjadi dua macam, yaitu kufur besar dan kufur kecil. Kufur besar diantaranya,  kufur dengan cara mendustakan, kufur karena enggan dan takabur padahal sebenarnya ia percaya, kufur dengan cara ragu-ragu, kufur dengan cara nifaq, dan kufur dengan cara menentang. Kufur kecil diantaranya, kufur nikmat dan kufur amal.

3.2  Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan agar semua umat islam selalu percaya akan adanya Allah SWT dan Rosulnya, akan keesaan-keesaan Allah, dan selalu percaya akan adanya hari Kiamat serta qodo dan qodar Allah. Kita juga bisa mengetahui pentingnya mempelajari tauhid untuk diamalkan serta pentingnya mengetahui kekufuran dan kesyirikan agar bisa mewaspadai dan menjauhinya.
















DAFTAR PUSTAKA


Hielmy, Irfan. 2006. Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah adalah Aqidah Assalafushshalih. Ciamis: DPD-MUI.

Rojak, Abdul. 2000. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.

Al’Aql, Nashir Ibn Abdul Karim. 1992. Prinsip-prinsip Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah. Jakarta: Gema Insani Press.

Al-Fauzan, Shalih Bin Fauzan. 2010. Kitab Tauhid 3. Jakarta: Darul Haq.

Khalid, Abdul Rahman Abdul. 1996. Garis Pemisah Antara Kufur dan Iman. Jakarta: Bumi Aksara.



















khawarij dan murji'ah



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Istilah khawarij adalah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam islam yang pada awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib lalu menolaknya. Pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7, berpusat di daerah yang kini terletak di bagian negara Irak Selatan dan merupakan bentuk yang berbeda dari kaum sunni dan syiah.
Berdasarkan itu, maka inti faham Murji’ah adalah, Iman ialah mengenal Allah dan Rasulnya, barangsiapa yang tidak mengenal bahwa “tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad sebagai Rasul-Nya”, ia mukmin sekalipun melakukan dosa. Amal perbuatan bukan merupakan bagian dari iman, sebab iman adanya dalam hati. Sekalipun melakukan dosa besar, tidaklah akan menghapus iman seseorang, tetapi terserah Allah untuk menentukan hukumnya.
            Berdasarkan uraian secara umum mengenai latar belakang eksistensi aliran Khawarij dan Murji’ah di atas, maka kami tertarik untuk membahas mengenai apa dan bagaimana sebenarnya perkembangan kedua golongan tersebut dengan lebih terperinci pada Bab dan Sub Bab berikutnya.


B.     RUMUSAN MASALAH
  1. Pengertian Khawarij dan Murji’ah.
  2. Latar belakang kemunculan aliran Khawarij dan Murji’ah.
  3. Doktrin-doktrin pokoknya.
  4. Sejarah perkembangan aliran Khawarij dan Murji’ah.
  5. Sekte-sekte yang muncul dalam aliran Khawarij dan Murji’ah.




BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Khawarij dan Murji’ah
1.      Khawarij
            Secara etimologis kata Khawarij berasal dari bahasa Arab kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Berdasarkan etimilogis pula, Khawarij juga berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat islam.
Dalan terminologi Ilmu Kalam, yang dimaksud dengan Khawarij adalah suatu sekte atau kelompok atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib  yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang siffin pada tahun 37 H/ 648 M dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khalifah. Menurut Ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani,  bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang telah disepakati para jama’ah, baik ia keluar pada masa khulafaurrasyidin, atau pada masa tabi’in secara baik-baik.
            Pengikut Khawarij, pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab Badawi. Kehidupannya di padang pasir yang serba tandus, menyebabkan mereka bersifat sederhana, baik dalam cara hidup maupun dalam cara berfikir. Namun, sebenarnya mereka keras hati, berani, bersikap merdeka, tidak bergantung kepada orang lain, dan cenderung radikal. Karena watak keras yang dimiliki oleh mereka itulah, maka dalam berfikir dan memahami agama mereka pun berpandangan sangat keras.
Pada masa-masa perkembangan awal Islam, persoalan-persoalan politik memang tidak bisa dipisahkan dengan persoalan-persoalan teologis. Sekalipun pada masa-masa Rasulullah masih hidup, setiap persoalan tersebut bisa diselesaikan tanpa memunculkan perbedaan pendapat yang berkepanjangan di kalangan para sahabat. Setelah Rasulullah wafat, dan memulainya penyebaran Islam ke seluruh pelosok jazirah Arab dan luar Arab. Persoalan-persoalan baru pun bermunculan di berbagai tempat dengan bentuk yang berbeda-beda pula. Sehingga, munculnya perbedaan pandangan di kalangan umat Islam tidak bisa dihindari.

2.      Murji’ah
            Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung pula arti memberi pengharapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pangampunan dan rahmat Allah SWT. Selain itu arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu Murji’ah  artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Mu’awiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.

B. Latar Belakang Kemunculan Aliran Khawarij dan Murji’ah
1.      Khawarij
Awal mulanya kaum Khawarij adalah suatu gerakan kaum muslimin dalam bidang politik yang kemudian beralih pada bidang teologi. Mereka adalah orang-orang yang mendukung Sayyidina Ali. Akan tetapi akhirnya mereka membencinya karena dianggap lemah dalam menegakkan kebenaran, menerima tahkim yang sangat mengecewakan, sebagaimana mereka membenci Mu’awiyah karena melawan Sayyidina Ali sebagai khalifah yang sah. Mereka menyatakan konfrontasinya dengan fihak Mu’awiyah. Mereka juga menuntut agar Sayyidina Ali mengakui kesalahannya karena mau menerima tahkim. Jika Sayyidina Ali mau bertaubat, maka mereka bersedia untuk bergabung kembali kebarisan Ali untuk melawan Mu’awiyah. Namun bila tidak, orang-orang khawarij akan menyatakan perang kepadanya dan kepada Mu’awiyah.
Kemudian awal mula penyebab kemunculan kaum Khawarij adalah kekecewaan mereka terhadap keputusan Ali yang menerima tahkim yang sangat mengecewakan dan berbau kelicikan dari Mu’awiyah. Sehingga Sayyidina Ali mendapatkan kekalahan dalam perang Siffin. Namun karena Ali menerima perjanjian damai yang ditawarkan oleh pihak Mu’awiyah, maka Sayyidina Ali berbalik memperoleh kekalahan yang seharusnya mereka dapatkan dan telah berada di depan mata.

Ali sebenarnya telah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Mu’awiyah sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu. Namun karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra seperti Al-Asy’at bin Qois, Mas’ud bin Fudaki At-Tamami, dan Zaid bin Husein Ath-Tha’i, dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan komandan pasukan perang untuk menghentikan peperangan.
Setelah menerima ajakan damai tersebut, Mu’wiyah mengirimkan Amr bin Al-Asy sebagai utusannya untuk melakukan perundingan perdamaian. Demikian juga Ali yang mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damainya, namun orang-orang Khawarij  menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari golongan Ali sendiri. Sehingga pada akhirnya Ali mengirimkan Abu Musa Al-Asy’ari sebagi delegasi juru damainya, dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah.
Keputusan dari tahkim yang dilakukan oleh pihak Ali dan Mu’awiyah mengakibatkan diturunkannya Ali dari jabatan Khalifah, dan Mu’awiyah diangkat sebagai khalifah sebagai pengganti Ali. Hasil tahkim yang di umumkan ini tidak lepas dari adanya kecurangan dan tipu muslihat dari pihak Mu’awiyah yang menyelewengkan hasil kesepakatan tahkim yang dilakukan secara tertutup dari kaum muslimin. Dengan menerimanya Ali dengan hasil tahkim yang penuh dengan kecurangan dan mengecewakan ini, kontan membuat orang-orang Khawarij kecewa dan menyatakan diri untuk keluar dari barisan Ali karena menganggap Ali tidak menggunakan hukum Allah dalam mengambil keputusan. Sehingga menyebabkan sebutan kafir bagi Ali dan Mu’awiyah, serta mereka kontan memberikan pernyataan perang melawan keduanya.
Setelah orang-orang Khawarij menyatakan keluar dari golongan Ali, kemudian dengan jumlah pengikut sekitar 12.000 orang mereka pergi menuju Hurura. Oleh sebab itu mereka disebut juga dengan nama Hururiyah. Dalam perjalanan ke Hurura mereka dipandu oleh Abdullah Al-Kiwa. Dan di hurura inilah mereka melanjutkan perlawanan mereka terhadap Ali dan Mu’awiyah dengan mengangkat seorang pemimpin yang bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi.


2.      Murji’ah
Aliran Murji’ah muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya “kafir mengkafirkan” terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal ini dilakukan oleh aliran Khawarij.
Aliran ini menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu dihadapan Tuhan, karena hanya Tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar, masih dianggap mukmin dihadapan mereka.
Rohison Anwar dan Abdul Razak, dalam bukunya mengatakan bahwa ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Kelompok ini diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij.
Dilain fihak, gagasan irja’ diperkirakan muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang dibawa oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiah sekitar pada tahun 695M. Dalam teori ini dikisahkan bahwa 20 tahun setelah kematian Muawiyah dunia islam dikoyak oleh pertikaian sipil karna telah terjadi perpecahan umat. Menanggapi hal ini Al-Hasan kemudian memberikan sikap politik sebagai upaya penanggulangan perpecahan uma islam tersebut, sehingga kemudian ia mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah revolusioner yang dibawa oleh Al-Mukhtar, yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari kaum Khawarij yang menolak kekhalifahan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan dari pendosa.
Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukan lah tahkim atas usulan Amr bin Asy, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Pada saat itu kelompok ali terpecah menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok yang mendukung dan menentang Ali.  Kelompok yang menentang Ali pada akhirnya keluar dan membentuk sebuah kelompok bernama Murji’ah. Golongan yang keluar dari barisan Ali ini menganggap bahwa keputusan tahkim tidak berdasarkan hukum Allah, melainkan bertentangan dengan Al-Qur’an. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi kafir.
Pendapat ini ditentang oleh sekelompok sahabat yang kemudian disebut dengan Murji’ah, yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah Allah akan mengampuninya atau tidak.

C. Doktrin-doktrin Pokok Khawarij dan Murji’ah
            1. Khawarij
Pada masa sebelum terjadinya perpecahan di kalangan Khawarij, mereka memiliki tiga pokok pendirian yang sama, yakni : Ali, Usman, dan orang-orang yang ikut dalam peperangan serta orang-orang yang menyetujui terhadap perundingan Ali dan Muawiyah, dihukumkan orang-orang kafir.
Setiap umat Muhammad yang terus menerus melakukan dosa besar hingga matinya belum melakukan tobat, maka dihukumkan kafir serta kekal dalam neraka.
Membolehkan tidak mematuhi aturan-aturan kepala negara, bila kepala negara tersebut khianat dan zalim.
Ada faham yang sangat fundamental dari kaum Khawarij yang timbul dari watak idealismenya, yaitu penolakan mereka atas pandangan bahwa amal soleh merupakan bagian essensial dari iman. Oleh karena itu, para pelaku dosa besar tidak bisa lagi disebut muslim, tetapi kafir. Demikian pula halnya, dengan latar belakang watak dan karakter kerasnya, mereka selalu melancarkan jihad (perang suci) kepada pemerintah yang berkuasa dan masyarakat pada umumnya.
Sebenarnya, menurut pandangan Khawarij, bahwa keimanan itu tidak diperlukan jika masyarakat dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Namun demikian, karena pada umumnya manusia tidak bisa memecahkan masalahnya, kaum Khawarij mewajibkan semua manusia untuk berpegang kepada keimanan, apakah dalam berfikir, maupun dalam segala perbuatannya. Apabila segala tindakannya itu tidak didasarkan kepada keimanan, maka konsekwensinya dihukumkan kafir.
            Selain pemikiran-pemikiran politis yang berimplikasi teologis, kaum Khawarij juga memiliki pandangan atau pemikiran (doktrin-doktrin) dalam bidang sosial yang berorientasi pada teologi, sebagaimana tercermin dalam pemikiran-pemikiran sebagai berikut :
a.       Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam
b.      Khalifah tidak harus berasal dari keturunan arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khaifah apabila sudah memenuhi syarat.
c.       Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menalankan syariat islam. Ia harus di jatuhkan bahkan di bunuh kalau melakukan kezaliman
d.      Khalifah sebelum ali {abu bakar, umar dan usman} adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa khalifahan nya usman ra di anggap telah menyeleweng.
e.       Khalifah ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase {tahkim}, ia di anggap telah menyeleweng.
f.       Muawiyah dan amr bin al ash serta abu musa al asy’ari juga di anggap menyeleweng dan telah menjadi kapir.
g.      Pasukan perang jamal yang melawan ari juga kapir.
h.      Seseorang yang berdosa besar tidak lagi di sebut muslim atau termasuk kafir sehingga harus di bunuh. Yang sangat anarkis {kacau} lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah di anggap kafir dengan resiko yang mengandung beban harus di lenyapkan pula.
i.        Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung ia wajib di perangi karena hidup dalam dar al harb {negara musuh}, sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al islam {negara islam}.
j.        Seseorang harus menghindar dari pinpinan yang menyeleweng .
k.      Adanya wa’ad dan wa’id {orang yang baik harus masuk surga sedangkan orang yang jahat harus masuk kedalam neraka.
l.        Amar ma’rup nahi munkar .
m.    Memalingkan ayat –ayat alquran yang tampak mutasabihat (samar).
n.      Qur’an adalah makhluk.
o.      Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari tuhan.
            Bila dianalaisis lebih mendalam, ternyata doktrin yang dikembangkan kaum khawarij dapat di kategorikan dalam tiga kategori: politik, teologi dan sosial. Dari poin a  sampai dengan poin g di kategorikan sebagai doktrin politik, sebab membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan khususnya tentang kepala negara (khilafah), dibuat pula lah doktrin teologi tentang dosa  besar sebagai mana terterap pada poin h dan k. akibat doktrin nya yang menentang pemerintah, khawarij harus menanggung akibatnya. Mereka selalu di kejar-kejar dan di tumpas oleh pemerintah. Doktrin teologi khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yakni doktrin politik. Doktrin-doktrin selanjutnya yakni dari poin i sampai o, dapat di katagorikan sebagai doktrin teologi sosial. Doktrin ini memperlihatkan kesolehan asli kelompok khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin mu’tajilah, meskipun kebenaran adanya doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut di kaji lebih dalam.
2.Murji’ah
Doktrin-doktrin aliran Murji’ah bisa diketahui dari makna yang terkandung dalam “murji’ah” dan dalam sikap netralnya. Pandangan “netral” tersebut, nampak pada penamaan aliran ini yang berasal dari kata “arja’a”, yang berarti “orang yang menangguhkan”, mengakhirkan dan “memberi pengharapan”. Menangguhkan berarti “menunda soal siksaan seseorang ditangan Tuhan, yakni jika Tuhan mau memaafkan, dia akan langsung masuk surga. Jika sebaliknya, maka akan disiksa sesuai dengan dosanya.
Istilah “memberi harapan” mengandung arti bahwa, orang yang melakukan maksiat padahal ia seorang mukmin, imannya masih tetap sempurna. Sebab, perbuatan maksiat tidak mendatangkan pengaruh buruk terhadap keimanannya, sebagaimana halnya perbuatan taat atau baik yang dilakukan oleh orang kafir, tidak akan mendatangkan faedah terhadap kekufurannya. Mereka “berharap” bahwa seorang mukmin yang melakukan maksiat, ia masih dikatakan mukmin.



Berdasarkan itu, maka inti faham atau doktrin-doktrin Murji’ah adalah sebagai berikut :
1.      Iman ialah mengenal Allah dan Rasulnya, barangsiapa yang tidak mengenal bahwa “tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad sebagai Rasul-Nya”, ia mukmin sekalipun melakukan dosa.
2.      Amal perbuatan bukan merupakan bagian dari iman, sebab iman adanya dalam hati. Sekalipun melakukan dosa besar, tidaklah akan menghapus iman seseorang, tetapi terserah Allah untuk menentukan hukumnya.
Rohison dan Abdul Rozak dalam bukunya mengatakan bahwa gagasan irja banyak diaplikasikan kedalam bidang politik dan teoligi. Dalam bidang politik kaum Murji’ah banyak dikenal sebagai The Queietists (kelompok bungkam) karena sikap netral mereka pada permasalahan politik dan sikap mereka yang selalu diam dalam persoalan politik.
Dalam bidang teologi, pemikiran mereka cenderung mengacu kepada permasalahan iman, kufur, dosa besar, dosa ringan, tauhid, tafsir Al-Qur’an, eskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman nabi, ada yang kafir di generasi awal islam, tobat, hakekat Al-Qur’an, nama dan sifat Allah, serta ketentuan tuhan.
Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt merincinya sebagai berikut :
1.      Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskan di akherat kelak.
2.      Penangguhan Ali untuk menduduki rangking ke empat dalam peringkat ­Al-Khalifa Ar-Rasyidin.
3.      Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
4.      Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis.
Sementara itu Harun Nasution menyebutkan, bahwa Murji’ah memiliki empat ajaran pokok, yaitu :
1.      Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
2.      Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
3.      Meletakkan (pentingnya) iman dari amal.
4.      Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.

D. Sejarah Perkembangan Aliran Khawarij dan Murji’ah
            Sebagaimana telah dikemukakan, Khawarij telah menjadikan imamah-khilafah (politik) sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin-doktrin teologis lainnya. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarij menyababkan mereka sangat rentan pada perpecahan, baik secara internal kaum khawarij sendiri, maupun secara eksternal dengan sesama kelompok islam lainnya. Para pengamat berbeda pendapat tentang jumlah sekte yang terbentukakibat perpecahan yang terjadi dalam tubuh khawarij. Al Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah terpecah menjadi 18 subsekte. Adapun, Al Asfarayani seperti dikutif Bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte.
            Terlepas dari berapa banyak subsekte pecahan khawarij, tokoh-tokoh yang disebutkan di atas sepakat bahwa subsekte khawarij  yang besar terdiri dari 8 macam, yaitu :
a.       Al Muhakkimah                             e. Al Ajaridah
b.      Al Azriqoh                                     f. As Saalabiyah
c.       An Nadjat                                      g. Al Abadiyah
d.      Al Baihasiyah                                h. As Sufriah
Semua subsekte itu membicarakan persoalan hukum bagi orang yang berbuat dosa besar, apakah ia masih dianggap mukmin atau telah menjadi kafir. Tampaknya, doktrin teologi ini tetap menjadi primadona dalam pemikiran mereka, sedangkan doktrin-doktrin lain hanya pelengkap saja. Pemikiran subsekte ini lebih bersifat praktis dari pada teoritis, sehingga kriteria mukmin atau kafirnya seseorang menjadi lebih jelas. Hal ini menyebabkan dalam kondisi tertentu seseorang dapat disebut mukmin dan pada waktu yang bersamaan di sebut kafir.
Tindakan kelompok Khawarij ini merisaukan hati umat islam saat itu, sebab dengan cap kafir yang diberikan salah satu subsekte tertentu Khawarij, jiwa seseorang harus melayang meskipun oleh subsekte lain ia masih dikategorikan mukmin. Bahkan, dikatakan bahwa jiwa seorang Yahudi atau Majusi masih lebih berharga dibandingkan dengan jiwa seorang mukmin. Ada sekte khawarij yang  agak lunak, yaitu sekte Nadjiyat dan Ibadiyah. Keduanya membedakan antara kafir nikmat dan kafir agama. Kafir nikmat hanya melakukan dosa dan tidak berterima kasih kepada Allah. Orang semacam ini tidak perlu dikucilkan dari masyarakat.
Semua aliran yang bersifat radikal, pada perkembangan lebih lanjut di kategorikan sebagai aliran khawarij, selama di dalamnya terdapat indikasi doktrin yang identik dengan aliran ini.
Berkenaan dengan persoalan ini Harun Nasution mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat di kategorikan sebagai aliran khawarij, yaitu sebagai berikut :
  1. Mudah mengafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka walaupun orang itu adalah penganut agama islam.
  2. Islam yang benar adalah islam yang mereka pahami dan amalkan, sedangkan islam sebagaimana yang difahami dan diamalkan golongan lain tidak benar.
  3. Orang-orang islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu dibawa kembali ke islam yang sebenarnya, yaitu islam seperti yang mereka fahami dan amalkan.
  4. Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sefaham dengan mereka adalah sesaat, maka mereka memilih iman dari golongan mereka sendiri, yakni imam dalam arti pemuka agama dan pemuka pemerintahan.
  5. Mereka bersifat fanatik dalam faham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan membunuh untuk mencapai tujuan mereka.
E. Sekte-sekte yang Muncul dalam Aliran Khawarij dan Murji’ah
            1. Khawarij
Munculnya banyak cabang dan sekte Khawarij ini diakibatkan banyaknya perbedaan dalam bidang akidah yang mereka anut dan banyaknya nama yang mereka pergunakan sejalan dengan perbedaan akidah mereka yang beraneka ragam itu. Asy-syak’ah menyebutkan adanya delapan firqah besar, dan firqah-firqah ini terbagi lagi menjadi firqah-firqah kecil yang jumlahnya sangat banyak. Perpecahan ini menyebabkan gerakan kaum Khawarij lemah, sehingga mereka tidak mampu menghadapi kekuatan militer Bani Umayyah yang berlangsung bertahun-tahun. Menurut Syahrastani ada 8 sekte terbesar dalam Khawarij, Sekte-sekte Khawarij tersebut antara lain, Al-Muhakkimah, Al-Azariqoh, Al-Nadjat, Al-Baihasiyyah, Al-Sa’alibah, Al-Ibadiah, Al-Sufriyah.
Menurut Prof. Taib Thahir Abdul Mu’in, bahwa sebenarnya ada dua golongan utama yang terdapat dalam aliran Khawarij, yakni :
a. Sekte Al-Azariqoh
Nama ini diambil dari Nafi Ibnu Al-Azraq, pemimpin utamanya, yang memiliki pengikut sebanyak dua puluh ribu orang. Di kalangan para pengikutnya, Nafi digelari “amir al-mukminin”. Golongan al-azariqoh dipandang sebagai sekte yang besar dan kuat di lingkungan kaum Khawarij.
Dalam pandangan teologisnya, Al-Azariqoh tidak menggunakan term kafir, tetapi menggunakan term musyrik atau politeis. Yang dipandang musyrik adalah semua orang yang tidak sepaham dengan ajaran mereka. Bahkan, orang Islam yang tidak ikut hijrah kedalam lingkungannya, dihukumkan musyrik.
Karena kemusyrikannya itu, kaum ini membolehkan membunuh anak-anak dan istri yang bukan golongan Al-Azariqoh. Golongan ini pun membagi daerah kekuasaan, yakni “dar al-Islam” dan “dar al-kufur”. Dar al-Islam adalah daerah yang dikuasai oleh mereka, dan dipandang sebagai penganut Islam sebenarnya. Sedangkan Dar al-Kufur merupakan suatu wilayah atau negara yang telah keluar dari Islam, karena tidak sefaham dengan mereka dan wajib diperangi.
b. Sekte Al-Ibadiah
Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh sekte Khawarij. Nama golongan ini diambnil dari Abdullah Ibnu Ibad, yang pada tahun 686 M. memisahkan diri dari golongan Al-Azariqoh.
      Adapun faham-fahamnya yang dianggap moderat itu, antara lain :
1.      Orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukan pula musyrik, tetapi kafir. Orang Islam demikian, boleh mengadakan hubungan perkawinan dan hukum waris. Syahadat mereka diterima, dan membunuh mereka yang tidak sefaham dihukumkan haram.
2.      Muslim yang melakukan dosa besar masih dihukumkan ‘muwahid’, meng-esa-kan Tuhan, tetapi bukan mukmin. Dan yang dikatakan kafir, bukanlah kafir agama, tetapi kafir akan nikmat. Oleh karenanya, orang Islam yang melakukan dosa besar tidak berartyi sudah keluar dari Islam.
3.      Harta kekayaan hasil rampasan perang yang boleh diambil hanyalah kuda dan senjata. Sedangkan harta kekayaan lainnya, seperti emas dan perak, harus dikembalikan kepada pemiliknya.
4.      Daerah orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka, masih merupakan “dar at-tauhid”, dan tidak boleh diperangi.
2. Murji’ah
Kaum Murji’ah pecah menjadi beberapa golongan kecil. Namun, pada umumnya Aliran Murji’ah menurut Harun Nasutuion, terbagi kepada dua golongan besar, yakni “golongan moderat” dan “golongan ekstrim”.
Golongan Murji’ah moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan di hukum sesuai dengan besar kecilnya dosa yang dilakukan. Sedangkan Murji’ah ekstrim, yaitu pengikut Jaham Ibnu Sofwan, berpendapat bahwa orang Islam yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya dalam hati. Bahkan, orang yang menyembah berhala, menjalankan agama Yahudi dan Kristen sehingga ia mati, tidaklah menjadi kafir. Orang yang demikian, menurut pandangan Allah, tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna imannya.
Kelompok ekstrim dalam Murji’ah terbagi menjadi empat kelompok besar, yaitu :
1.      Al-Jahmiyah, kelompok Jahm bin Syahwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
2.       Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui tuhan, sedangkan kufur tidak tahu tuhan. Sholat bukan merupakan ibadah kepada Allah, yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
3.        Yumusiah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik.
4.         Hasaniyah, jika seseorang mengatakan “saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”, maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir.


















BAB III
PENUTUP
 A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah penulis sajikan dalam bab pembahasan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
  1. Khawarij pada mulanya adalah suatu golongan yang pada awalnya muncul sebagai pendukung Ali, namun pada akhirnya keluar dari barisan Ali karena ketidak puasan mereka terhadap Ali yang menerima tahkim dari Mu’awiyah, sehingga Khawarij memberikan perlawanan dan menyatakan perang terhadap Ali dan Mu’awiyah, sehingga dengan keluarnya mereka dari golongan Ali maka mereka di juluki Khawarij (orang-orang yang keluar).
  2. Khawarij adalah satu golongan yang menghukumkan kafir bagi seorang muslim atau mukmin yang  berbuat dosa besar, hal ini disebabkan karena mereka memiliki pemikiran dan pengetahuan yang praktis dalam dalam bidang politik, teologi, dan sosial yang dikarenakan mereka adalah keturunan bangsa Arab Badawi.
  3. Khawarij memiliki tiga poin pemikiran, yaitu pemikiran dalam bidang politik sebagai pemikiran sentral, teologis, dan sosial.
  4. Khawarij terbagi menjadi beberapa kelompok, namun mereka memiliki dua kelompok besar, yaitu Al-Azariqoh dan Al-Ibadiah.
  5. Murji’ah adalah kelompok yang menentang doktrin-doktrin pengkafiran yang dituangkan oleh kaum Khawarij, sekaligus secara langsung menjadi musuh besar Khawarij.
  6. Murji’ah cenderung menangguhkan keputusan akan hukuman atas dosa-dosa besar di masa yang akan datang dan cenderung menyerahkannya kepada Allah apakah dosa tersebut akan diampuni atau tidak.
  7. Murji’ah memandang terbalik dengan Khawarij bahwa orang muslim yang berbuat dosa besar tidak lah kafir namun masih memiliki kesempatan atau harapan untuk mendapatkan pengampunan dari Allah SWT.
  8. Perbedaan mendasar antara kedua golongan Khawarij dan Murji’ah ialah tentang penghukuman kafir atau tidaknya mengenai apa yang telah dilakukan Ali dan Mu’awiyah serta orang orang-orang yang terlibat dalam tahkim dan perang Jamal.
A.    SARAN
Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga  penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Guna memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Ilmu Kalam.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi penulis dan juga pembaca. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya tulis ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat meningkatkan kreativitas penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Dalam penyusunan makalah ini tentu terdapat  kesalahan, kekurangan serta kejanggalan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, guna menyempurnakan kekurangan dalam makalah ini di masa mendatang.



DAFTAR PUSTAKA

Muchtar Ghozali, Adeng dalam www.http//wordpres.com. Kategori : Refleksi Spiritual/ khawarij dan Murji’ah/ tebar cinta damai. 2009
Mustopa. 2010. Mazhab-mazhab ilmu kalam. Cirebon : Nurjati IAIN
Rojak, Abdul. 2000. Ilmu Kalam. Jakarta. Pustaka Setia